Bojonegoro – Ditetapkan 21 April, Hari Kartini sebagai momentum untuk perempuan Indonesia membuktikan prestasi pada negeri. Melalui Indeks Pembangunan Gender (IPG), khususnya di Kabupaten Bojonegoro mengalami kenaikan signifikan. Dalam kepemimpinan pun, lambat laun perempuan ikut berdaya dalam pembangunan.
“Mulai dari Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah, Sekretaris Daerah Nurul Azizah, serta Kepala OPD perempuan memiliki peran proporsional secara professional. Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas PU BM PR, Kepala Dinas PMPTSP, Dinas Kesehatan, serta jabatan lain yang tak dapat disebutkan satu per satu. Semua perempuan. Berkiprah dalam pembangunan,” ucap Kabid PIKP Dinas Kominfo Kabupaten Bojonegoro Nanang Dwi Cahyono.
Membangun eksistensi perempuan tentu tak mudah. Namun perempuan perlu menyadari memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Sebutan Kartini Masa Kini pun terus menggaung dari tahun ke tahun. Aspirasi perempuan dibutuhkan dan kini ditampung dalam Musrenbang Perempuan.
Sementara itu, didukung Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Bojonegoro tahun 2020 yang mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2019. Meski masih dibawah angka rata-rata propinsi dan nasional. Tahun 2021, IPG Kabupaten Bojonegoro 90,21 dari tahun 2020, 90,17. Pemaparan tersebut disampaikan oleh DP3AKB Kabupaten Bojonegoro saat Musrenbang Perempuan, 22 Maret 2022.
Berdasarkan laman Satu Data Bojonegoro, melalui portal Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), di 2019 IPG Kabupaten Bojonegoro 89,98. Semakin IPG mendekati angka 100, semakin kecil kesenjangan pembangunan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan.
IPG sendiri merupakan indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan memperhatikan ketimpangan gender. IPG digunakan untuk mengukur pencapaian dalam dimensi yang sama dan menggunakan indikator yang sama dengan IPM, namun lebih diarahkan untuk mengungkapkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.
Adapun berdasarkan website kemenpppa.go.id, kebijakan yang diambil oleh Pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender telah ditetapkan melalui GBHN 1999, UU No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas 2000-2004), dan dipertegas dalam Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender (PUG).
Namun sejatinya, Pengarusutamaan Gender (PUG) sesuai Inpres 9 Tahun 2000 merupakan sebuah proses yang memasukkan analisa gender ke dalam program-program kerja dan seluruh kegiatan instansi pemerintah dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Mulai tahap perencanaan program, pelaksanaan program sampai monitoring dan evaluasi program.
Juga menjadi salah satu strategi pembangunan yang dilakukan dengan cara pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan kepentingan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, proyek dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Tapi perlu ditekankan, sesuai paparan Nursyahbani Katjasungkana, Ketua Pengurus Komunitas Putera Pertiwi dan Asosiasi LBH APIK Indonesia bahwa PUG yang diimplementasikan melalui Anggaran Responsif Gender (ARG), bukan memisalkan alokasi untuk perempuan dan laki-laki. Namun sebagai instrument untuk mencapai keadilan gender akibat ketidakadilan yang terjadi sepanjang sejarahnya.